Beranda

Rabu, 01 Juni 2011

Sayangi Otak, Jangan Cuma Bisa 1 Bahasa

Merry Wahyuningsih - detikHealth


img
(Foto: thinkstock)
Toronto, Tak hanya memudahkan berkomunikasi dengan banyak orang, memiliki kemampuan bicara lebih dari 1 bahasa juga bisa mempertajam otak bahkan menunda kepikunan kelak. Sayangilah otak Anda dengan menguasai banyak bahasa atau minimal dua bahasa (bilingual).

Dr Ellen Bialystok, seorang Ilmuwan Saraf Kognitif dan Profesor Psikologi di York University di Toronto, telah menghabiskan waktu hampir 40 tahun untuk mempelajari bagaimana kemampuan banyak bahasa dapat mempertajam otak.


"Kemampuan bahasa bilingualisme dapat membuat sistem kognitif memiliki kemampuan untuk menghadirkan informasi yang penting dan mengabaikan yang kurang penting. Ini mempengaruhi bagian otak yang mengatur sistem kontrol eksekutif," jelas Dr Ellen Bialystok, seperti dilansir NYTimes, Rabu (1/6/2011).

Menurut Dr Bialystok, sistem kontrol eksekutif otak merupakan manajer umum yang bertugas untuk membuat orang tetap fokus pada hal yang relevan dan mengabaikan gangguan yang tidak penting.

"Hal ini memungkinkan bagi Anda untuk menahan dua hal yang berbeda dalam pikiran dan satu waktu," lanjut Dr Bialystok.

Jika Anda memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih yang digunakan secara teratur, tambah Dr Bialystok, otak akan bekerja membuat jaringan setiap Anda berbicara, baik pada bagian otak yang mengatur kemampuan bahasa dan juga pada bagian otak yang mengatur sistem kontrol eksekutif.

"Oleh karena itu orang yang memiliki kemampuan bicara lebih dari 1 bahasa akan menggunakan sistem otak lebih banyak (dibandingkan dengan otak yang hanya menguasai 1 bahasa). Dan bila kemampuan bahasa digunakan secara rutin hal itu akan membuat sistem otak bekerja lebih efisien," ujar Dr Bialystok.

Selain dapat mempertajam otak, pada penelitian keduanya Dr Bialystok menemukan hal yang mengejutkan yaitu menguasai lebih dari satu bahasa dapat membantu mencegah gejala-gejala penyakit Alzheimer atau penyakit hilang memori.

Penundaan efek tersebut teramati pada sejumlah penderita Alzheimer, salah satu gangguan kognitif penyebab pikun pada lansia. Meski sama-sama terdiagnosis menderita Alzheimer, lansia yang menguasai lebih dari 1 bahasa baru merasakan gejalanya beberapa tahun kemudian.

Gejala yang menyertai Alzheimer meliputi pikun atau mudah lupa, mudah bingung dan mengalami kesulitan untuk memecahkan persoalan atau merencanakan sesuatu. Meski pada akhirnya sama-sama tak terhindarkan, namun dalam beberapa tahun pertama otak bisa memberikan kompensasi sehingga gejala itu tidak muncul.

Kompensasi itu tidak ditemukan pada para lansia yang sehari-hari berbicara hanya dengan 1 macam bahasa. Akibatnya saat terdiagnosis Alzheimer, tidak seberapa lama kemudia para lansia itu akan menampakkan gejala pikun dan kemunduran fungsi kognitif.



(mer/ir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar